Editors Picks

Rabu, 27 April 2016

Good Corporate Governance

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI

“Good Corporate Governance”



Kelompok V
Masrina
Erika wati
Latifa fadillah
Asmawarni



Jurusan akuntansi
Fakultas ekonomi dan bisnis
Universitas muhammadiyah makassar
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Good Corporate Governance” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Ishak, M.si, Ak, selaku Dosen mata kuliah etika bisnis dan profesi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan memohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.


Makassar, 22 April 2016

penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II : PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Munculnya GCG
B. Pengertian GCG
C. Prinsip GCG
D. Manfaat GCG
E. GCG Dan Hukum Perseroan Di Indonesia
F. Organisasi Khusus Dalam Penerapan GCG
G. GCG Dalam BUMN
H. GCG Perbankan Indonesia
BAB II : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita sering mendengar banyak perusahaan yang terpuruk karena tata pemerintahan sebuah perusahaan tersebut tidak baik sehingga banyak fraud atau praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi, sehingga terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, yang mengakibatkan tidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan tersebut. artinya,bisa dikatakan jika perusahaan tersebut tidak menerapkan Corporate Governance dengan baik. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Good Corporate Governance dimaksudkan agar tata kelola perusahaan baik sehingga bisa meminimalisir praktek-prakter kecurangan.
Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal-yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.
Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Latar belakang munculnya GCG ?
2. Pengertian GCG ?
3. Prinsip GCG ?
4. Manfaat GCG ?
5. GCG dan hukum perseroan di Indonesia ?
6. Organisasi khusus dalam penerapan GCG ?
7. GCG dalam BUMN ?
8. GCG dalam pengawasan pasar modal ?
9. GCG perbankan Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya GCG
2. Untuk mengetahui pengertian GCG
3. Untuk mengetahui prinsip GCG
4. Untuk mengetahui manfaat GCG
5. Untuk mengetahui GCG dan hukum perseroan di Indonesia
6. Untuk mengetahui Organisasi khusus dalam penerapan GCG
7. Untuk mengetahui GCG dalam BUMN
8. Untuk Mengetahui GCG dalam pengawasan pasar modal
9. Untuk mengetahui GCG perbankan Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan
• Dalam penyusunan makalah ini, kami tim penulis atau kelompok yang membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) , berharap dalam makalah ini bisa bermanfaat untuk jangka panjang maupun jangka pendeknya sebagai informasi yang sangat berharga.
• Dalam Good Corporate Governance (GCG) pun dapat diambil banyak manfaatnya, dengan menata atau mengelola perusahaan dengan baik agar terhindar dari adanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang dapat merugikan perusahaan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar belakang munculnya GCG
Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal-yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.

Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi di suatu negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yangmana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia; disamping juga menyebabkan krisis global dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002; undang-undang dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara.

Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup :
a. hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
b. peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya,
c. pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
d. transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan,
e. tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan.


B. Pengertian GCG
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:
1. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
2. Sukrisno Agoes (2006)
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
3. Organization for Economics Cooperation and Development (OECD)
(dalam Tjager dkk, 2004)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG mengandung pengertian yang berintikan 4 point, yaitu:
1. Wadah
Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan).
2. Model
Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang meladasi praktik bisnis yang sehat.
3. Tujuan
a. Meningkatkan kinerja organisasi,
b. Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan,
c. Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi,
d. Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.
4. Mekanisme
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan tanggung jawab :
a. Dalam arti sempit
Antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
b. Dalam arti luas
Antar seluruh pemangku kepentingan.
C. Prinsip GCG
Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.
Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi & strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.
2. Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
3. Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan member dan menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
4. Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged in alearned vocation (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan)”. Dalam konteks ini professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.
5. Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.
6. Effective & Efficient
Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil, sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.
7. Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.
8. Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan tanggungjawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan publik atau anggota.
9. Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.
10. Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidak-jujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
11. Responsibility & Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggungjawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan mengingatkan agar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.
Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang dikembangkan adalah :
a. perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness),
b. transparansi,
c. akuntabilitas, dan
d. responsibilitas

Disamping itu, dalam kaitannya dengan tata kelola BUMN, Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan KEP-117/M-MBU/2002 tentang prinsip GCG, diantaranya:
1. Kewajaran
Prinsip agar para pegelola memperlakukan pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, dan pemodal) maupun sekunder (pemerintah, masyarakat, dan pihak lain). Prinsip inilah yang memunculkan konsep pengedepanan kepentingan atas stakeholders dan bukan hanya shareholders.
2. Transparansi
Kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Lebih dalam bahwa, informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan, tidak boleh ada hal-hal tertentu yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, maupun ditunda-tunda pengungkapannya.
3. Akuntabilitas
Kewajiban bagi para pengelola untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya (reliable) dan berkualitas.
4. Responsibilitas
Kewajiban para pengelola untuk memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam pengelolaan perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan dan wewenang yang telah diberikan.
5. Kemandirian
Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, bebas dari tekanan serta pengaruh dari pihak manapun yang bertentangan dengan perundangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat.
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentinganshareholders, direktur, dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.
Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan.
Profesi akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework). Standar code of conduct yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya.
Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholders di seluruh dunia akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas.

D. Manfaat GCG
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
1. Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
6. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
7. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
8. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
9. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

E. GCG dan hukum perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying hokum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentan perseroan terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. pertimbangan tersebut antar alain karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:
1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan pengesahan Anggran dasar Perseroan.
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independent dan komisaris utusan
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan.

Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan Komisaris.
Secara spesifik, wewenang, tugas dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat diringkas sebagai berikut:
1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1)
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1)
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 44 ayat 1)
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69)
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan pailit, perpanjang jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111)
h. Menetapakan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Psala 96 dan Pasal 113).
2. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).
b. Bertanggung jawab rentang secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberi nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membrntuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas Dewan Komiaris.

3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92)
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97)
c. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98)
d. Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi (Pasal 100 ayat 1a)
e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b)
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan dan dokumen perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2)
g. Wajib meminta peesrtujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102)

Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi dalam perseroan yang berbadan hokum PT. Anggora Dean Komisaris dan Dewan Direksi diangakt dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dan menjalankan operasi perusahaan.dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hokum.

F. Organisasi khusus dalam penerapan GCG

Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang kembali di dalanm Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat.
Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan

• Komisaris dan Direktur Independen
Istilah independent sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik kepentingan. Indra Surya dan Ican Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independent terkait dengan konsep komisaris dan direktur independent tersebut.
Pertama, komisaris dan direktur independent adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independent (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota Direksi, dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan perbandingan jumlah suara para pememgang saham. Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang sat suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham u\yang dimilikinya. Sebagai konsekunsinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.
Kedua, komisaris dan direktur inderpenden adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kepastian mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalmana, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya disini lebih luas dibandingkan pengertian pertama. Komosaris dan direktur independent dinagkat semata-mata karena pertimbangan “profesionalisme” demi kepentingan perusahaan.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang biasa dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan aperusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan dari pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan. Pada pengetian kedua mengenai komisaris dan direktu independent yang telah disebutkan, pengertian tersebut sama denganpengetian independent in fact yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in appearance juga harus dipenuhi.

• Komita Audit
Undang-Undang Perseroan terbatas Pasal 121 memunginkan Dewan Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untukmembantu fungsi Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali disebabkan kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.


Sebagimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite audit adalah membantu dewan komisaris, antara lain:
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi)
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit ekstenal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas)
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institutemenyebutkan syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite Audit adalah:
a. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi
b. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau perusahaan public.
c. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan akuntansi.
e. Memilki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.
f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa Audit dan/atau non-audit pada Emiten atau perusahaan public yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaiaman dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2. tentang Independensi Akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal.
g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perushaan public dalan satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.
h. Tidak mempunyai saham baik langsung mapun tidak langsung pada emiten atau perusaah public. Dalam hal komite audit memperloeh saham akibat suatu peristiwa hokum, maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktu, atau Pemegang Saham Utama.
j. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau perusahaan public lain pada periode yang sama
l. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Perusahaan Audit.

Aturan mengenai Komite Audit ini, antar alin dapat dilihat pada:
1. SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk perusahaan public.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang pencatatan saham dan efek
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.

• Sekretaris Perusahaan
Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagi bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal. Sekretaris eksekutif biasnya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris atau ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutuf yang bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokuemntasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan sebagainya.
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsio sebagai pejabat penghubung atau semacam public relation antar perusahaan dengan pihak luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumenperusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS serta meyimpan dan meyediakan informasi penting lainya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:
1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

G. GCG dalam BUMN

Pada awalnya tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan (Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi.
Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah :
• Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
• Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemendirian organ.
• Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
• Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
• Menyukseskan program privatisasi.

H. GCG dalam pengawasan pasar modal di Indonesia

Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument keuangan jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara lain:
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
2. Bursa Efek;
3. Lembaga Kliring;
4. Investor;
5. Akuntan public;
6. Notaris;
7. Konsultan hukum.


I. GCG perbankan Indonesia

Menyadari tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,independensi dan kesetaraan
b. Tujuan implementasi GCG, minimal untuk merealisasikan:
• Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
• Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit bank
• Kinerja ketaan, fungsi auditor internal dan eksternal
• Implementasi manajemen resiko termasuk system pengendalian internal
• Ketentuan dalam pihak-pihak terkait dan dana dalam jumlah besar
• Rencana strategi bank
• Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

B. Saran
Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu memahami lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana dapat membantu kita membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini dapat membantu para pembaca untuk dapat dijadikan referensi yang mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik.





DAFTAR PUSTAKA


Arafat, Wilson, Mohamad Fajri MP, Smart Strategy for 360 degree GCG (Good Corporate Governance) (October 2009). Skyrocketing Publisher. ISBN 978-979-18098-1-8
Arafat, Wilson, How To Implement GCG Effectively (July 2008). Skyrocketing Publisher.
Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Röell, Corporate Governance and Control (October 2002; updated August 2004). ECGI - Finance Working Paper No. 02/2002.
Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com,2008
http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/sejarah-lahir-gcg-dan-perkembangannya.html

http://onvalue.wordpress.com/2007/10/09/sejarah-timbulnya-corporate-governance/

Hakikat Ekonomi dan Bisnis

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI “Hakikat Ekonomi dan Bisnis” Kelompok V Masrina Erika wati Latifa fadillah Asmawarni Jurusan akuntansi Fakultas ekonomi dan bisnis Universitas muhammadiyah makassar 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Hakikat Ekonomi dan Bisnis” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Ishak, M.si, Ak, selaku Dosen mata kuliah etika bisnis dan profesi yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan memohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Makassar, 22 April 2016 penulis A. Pendahuluan Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan pada pangan, sandang dan papan. Adanya kebutuhan tidak terbatas, dihadapkan dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas, menjadi masalah pokok dalam ilmu ekonomi. Bagaimana memecahkan masalah ini, dengan mendyagunakan segala sumber, untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas itu, termasuk bidang penelaahan ilmu ekonomi. Bisnis merupakan aktivitas yang selalu ada di sekitar kita dan dikenal oleh kaum muda hingga kaum tua. Pada era globalisasi saat ini, masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa masih bingung dengan manfaat dan tujuan dari bisnis tersebut. Bangsa Indonesia, merupakan bangsa yang memiliki kekayaan alam yang melimpah jika kita tidak pandai mengatur itu semua, maka bangsa kita akan jatuh ke dalam keterpurukan dalam hal perekonomian, kemiskinan dan menjadikan negeri kita gagal atau miskin. Pasti sebagai rakyat Indonesia kita tidak mau jika hal tersebut terjadi di negara yang kita cintai. Maka dari itu, kami ingin membahas makalah ini yang berjudul “Ekonomi dan Bisnis” yang menjadi salah satu topik pembahasan kami. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan mengenai hakikat ilmu ekonomi, hubungan ekonomi dan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, ciri-ciri bisnis modern, resiko bisnis serta hubungan bisnis dan pemerintah. Penulis berusaha untuk menyusun makalah ini semenarik mungkin agar para masyarakat khususnya mahasiswa dapat menyukai makalah ini. Sehingga, mahasiswa dapat mengenal dan mengerti bahkan mampu memahami serta menambah wawasan dalam dunia bisnis. B. Hakikat Ekonomi Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yaitu pengelolaan rumah, yang berarti cara rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah tangganya (Capra, 2002). Ilmu ekonomi adalah ilmu yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar bahwa adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce resources), sehingga timbul persoalan bagaimana mengeksploitasi sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Dengan demikian, ilmu ekonomi berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan, ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Kemakmuran dicapai melalui peningkatan produksi dan distribusi dari sudut produsen di satu sisi, serta peningkatan pendapatan, konsumsi, dan lapangan kerja dari sudut konsumen di sisi lain. • Paradigma Ilmu Ekonomi Modern Hakikat manusia: 1. Manusia adalah makhluk ekonomi 2. Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas 3. Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional Dampak: 1. Tujuan manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan spiritual 2. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah 3. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan adanya potensi kesadaran transedental (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas, Tuhan) yang dimiliki manusia • Etika Dan Sistem Ekonomi Sistem merupakan jaringan berbagai unsur untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, konsep, teori, asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan, negara, rakyat, dan unsur lainnya yang semuanya ditujukan untuk meningkatkna produksi dan pendapatan masyarakat. Dua paham sistem ekonomi ekstrem: ekonomi kapitalis (adanya kebebasan individu untuk memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu) dikembangkan Amerika Serikat dan Inggris serta sekutu-sekutunya seperti Belanda, Jerman Barat, Perancis, Australia. Teori kebebasan oleh John Locke (liberalisme): dalam hal kepemilikan kekayaan, manusia memiliki kodrat dasar yang harus dihormati (life, freedoom, property). Pendapat lain oleh Adam Smith tentang pasar bebas dalam ekonomi mendukung tumbuhnya sistem ekonomi kapitalis. Ada dua ciri pokok: liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi pasar bebas. Dengan demikian sistem ekonomi pasar kapitalis sebenarnya dilandasi oleh teori etika egoisme dan etika hak, serta mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut. Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Sehingga muncul alternatif sistem ekonomi komunis: kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per orang. Sehingga sistem ekonomi komunis mendapat pembenaran dari etika altruisme (utilitarianisme dan deontologi). Tujuan sistem ekonomi komunis dan sistem ekonomi kapitalis: keduanya hanya ditujukan untuk mengejar kemakmuran/ kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan di akhirat). Soekarno dan Hatta memperkenalkan falsafah negara: Pancasila. Pokok-pokok pikiran dalam falsafah Pancasila: 1. Tujuan: mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5). 2. Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual (sila ke-1), HAM (sila ke-2), persatuan/ kebersamaan rakyat dalam wilayah Indonesia (sila ke-3), dan kearifan demokrasi (sila ke-4). Falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua etika: 1. Teori teonom (sila ke-1) 2. Teori egoisme/ teori hak (sila ke-2) 3. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3dan 4) 4. Teori utilitarianisme/ altruisme (sila ke-5). C. Etika dan Sistem Komunis Tujuan sistem ekonomi komunis: untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap mausia lainnya (kaum buruh). Kelemahan sistem ekonomi komunis: a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh b. Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak termotivasi untuk bekerja lebih giat d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena terjadi pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat. D. Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis Tujuan sistem ekonomi kapitalis: manusia direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi kapitalis di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan multinasional dengan ciri-ciri: a. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-negara yang sedang berkembang. b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara. Bahkan tidak jarang mereka ini mampu mengendalikan keijakan aparat pemerintah dan legislatif di negara-negara di mana perusahaan ini berada demi keuntungan perusahaan-perusahaa tersebut. Akibat dari sistem ekonomi kapitalis: a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah. b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan kemakmuran yang makin tajam. c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin meluas. d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas. e. Penyalahgunaan obat-obatan terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan, perampokan, pencurian, dan tindakan-indakan amoral lainnya makin meluas. f. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta kekayaan yang jauh melampaui ukuran yang normal, serta pamer kemewahan dan kekayaan telah menjadi ciri yang sangat menonjol. g. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh diri, tindakan anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele, percecokan dan perceraian rumah tangga, dan kasus sejenisnya sudah makin meluas. h. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia. E. Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila Ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila: a. Keadilan dan kebersamaan b. Kebebasan individu c. Kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia seutuhnya. Beberapa periode Indonesia telah berganti preseiden, akan tetapi dalam penerapan sistem ekonomi Pancasila masih jauh dari harapan, rakyat masih tetap miskin. Hal ini disebabkan karena perekonomian bangasa Indonesia realitanya dibangun berlandasakan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”. Hal ini menyimpang jauh dari konsep Ekonomi Pancasila. • Etika dan Sistem Ekonomi Etika mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok/lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga, wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peingkatan produksi (barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila berpegang pada pemahaman ini, maka pada tataran konsep, semua sistem ekonomi seharusnya bersifat etis karena seua sistem ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan untuk kemakmuran masyarakat. Dalam pengimplementasian ketiga sistem ekonomi, semua sistem ini memunculkan dampak negatif yang serupa. Dampak yang mudah dilihat adalah keruskan lingkungan hidup. Selain itu, kesenjangan dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan yang sangat besar makin sedikit, dan sisi lain jumlah orang yang kekayaannya sedikit justru bertambah banyak. Ditambah lagi dengan munculnya berbagai kecenderungan makin meningkat, seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan dan kalangan pemilik/ manajemen perusahaan. Kesimpulan: bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak persoalan yang berifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan oleh tingkat kesadaran individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara, pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatau negara. Di sini yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai dirinya-hakikat manusia sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh. F. Pengertian Dan Peranan Bisnis Seiring dengan pertumbuhan peradaban dan perkembangan zaman, pada fase berikutnya mulai timbul pertukaran barang antar kelompok yang sering disebut barter. Dengan diperkenalkannya uang sebagai alat tukar dan ditunjang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini tidak ada satu orang atau negara yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan barang dan jasanya sendiri. Kegiatan pertukaran atau perdagangan baik antar orang dalam satu negara atau antar negara sudah menjadi bagian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan produksi karena kegiatan perdagangan berfunsi untuk mendistribusikan barang/jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen. Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa tetapi juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang memerlukan. Terdapat dua pandangan tentang bisnis yang diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998) yaitu pandangan realistis dan pandangan idealis. Pandangan realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas produksi dan distribusi barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori etika egoisme atau teori hak, sedangakan paham idealisme dalam bisnis muncul dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori deontologi, teori keutamaan dan teori teonom. Penjelasan pro-kontra mengenai aktivitas bisnis dilihat dari sudut pandang etika dijelaskan melalui pemikiran Lawrence, Weber, Post (2005) tentang budaya etis yaitu pemahaman tak terucap dari semua karyawan pelaku bisnis tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima. Yang menentukan derajat keetisan atau budaya etis dari suatu kegiatan bisnis adalah orang kunci dibelakang kegiatan bisnis itu sendiri bukan bisnis itu sendiri. G. Lima Dimensi Bisnis • Dimensi Ekonomi • Dimensi Etis • Dimensi Hukum • Dimensi Sosial • Dimensi Spiritual H. Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)  Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Menurut Shroeder (1998), paling tidak ada enam teori pemangku kepentingan yaitu : teori kepemilikan, teori entitas, teori dana, teori komando, teori perusahaan, dan teori ekuitas sisa residu. Belakangan ini muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan yang menggunakan beberapa istilah berbeda tapi punya makna yang sama yaitu perusahaan yang tercerahkan (enlightened company) yang diperkenalkan oleh Hansen dan Allen dalam buku yang berjudul Cracking the Millionare dan perusahaan dengan modal spiritual (spiritual capital) yang diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall dalam buku yang berjudul spiritual capital. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan pemilik. Makin banyaknya perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat umum (go public) maka mulai ada pemisahan antara pengelola (manajemen,eksekutif) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Walaupun sudah ada pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun orientasi dan paradigma pengeloaan masih belum berubah, sehingga kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan semua pihak (orang atau lembaga) yang mempengaruhi keberadaan perusahaan dan atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan (Lawrence, Weber, dan Post, 2005). Menurut beberapa pakar, steakeholders dibagi jadi dua golongan antara lain : a) Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) yaitu golongan pemangku kepentingan pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan non-pasar (nonmarket stakeholders). b) Menurut Baron (2006) yaitu golongan lingkungan pasar (market environment) dan lingkungan nonpasar (nonmarket environment). c) Menurut Sonny Keraf (1998) menggunakan istilah kelompok primer (orang yang melakukan transaksi langsung pada perusahaan seperti: pelanggan, pemasok, pemodal) dan kelompok sekunder (pemangku yang tidak masuk dalam kelompok primer). Sekarang marak skandal bisnis dalam berbagai manipulasi laporan keuangan yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar merugikan banyak pihak yang berkepentingan, sehingga muncul peraturan baru dari pemerintah untuk mempertegas pengawasan, wewenang, dan tanggungjawab para eksekutif dalam perusahaan. Perilaku para eksekutif inilah yang sebenarnya sangat menentukan keberlangsungan perusahaan sehingga mereka dituntut untuk bersifat etis dan punya tingkat kesadaran transedental atau tingkat kesadaran spiritual. Dalam tingkat kesadaran spiritual inilah para pengusaha yang ada di dalam perusahaan memaknai pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang dikelola dengan tulus menjadi sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Perusahaan yang dikelola akan menjadi perusahaan yang tercerahkan (enlightened company). Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan Tingkat Kesadaran Teori Etika Paradigma Pengelolaan Sasaran Perusahaan Kesadaran Hewani • Teori Egoisme • Teori Hak • Paradigma kepemilikan • Paradigma pemegang saham • Memperoleh keuntungan dan keuntungan optimal bagi pengelola yang sekaligus merangkap sebagai pemilik perusahaan • Pengelola sudah terpisah dari para pemegang saham selaku pemilik perusahaan • Sasaran perusahaan adalah memperoleh kekayaan dan keuntungan optimal bagi pemegang saham Kesadaran manusiawi • Teori Utilitatianisme • Teori keadilan • Teori kewajiban • Teori keutamaan Paradigma Ekuitas Sasaran pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan kekayaan dan keuntungan investor Paradigma perusahaan Sasaran pengelolaan perusahaan adalah untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Kesadaran Transedental Teori Teonom Paradigma perusahaan tercerahkan Tujuan pengelolaan perusahaan adalah sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan melalui pengabdian tulus untuk kemakmuran bersama dan menjaga kelestarian alam Analis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analis) Perusahaan adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku kepentingan, antara lain: a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan b. Cari tahu kepentingan dan kekuasaan setiap golongan pemangku kepentingan c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan: a. Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari keputusan itu b. Kalaupun ada pihak dirugikan, dampak kerugian hanya menimpa sedikit mungkin pemangku kepentingan c. Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok pemangku kepentingan yang dominan Kepentingan di sini adalah suatu yang menyebabkan kelompok pemangku kepentingan ini tertarik atau peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan sebagai seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok ini dalam menentuka arah dan keberadaan perusahaan. Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok primer Pemangku kepentingan Kepentingan Kekuasaan Pelanggan Memperoleh produk yang aman dan berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan serta memperoleh pelayanan yang memuaskan Membatalkan pesanan dan membeli dari pesaing; melakukan kampanye negatif tentang perusahaan Pemasok Menerima pembayaran tepat waktu; memperoleh order secara teratur Membatalkan atau memboikot order dan menjual pada pesaing Pemodal • Pemegang Saham • Kreditur • Memperoleh deviden dan capital gain dari saham yang dimiliki • Memperoleh penerimaan bunga dan pengembalian pokok pinjaman sesuai jadwal yang telah ditentukan • Tidak mau membeli saham perusahaan; memberhentikan para eksekutif perusahaan • Tidak memberikan kredit; membatalkan/menarik kembali pinjaman yang telah diberikan Karyawan Memperoleh gaji/upah yang wajar dan ada kepastian kelangsungan pekerjaan Melakukan aksi unjuk rasa/mogok kerja; memaksakan kehendak melalui organisasi buruh yang ada Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok sekunder Pemangku kepentingan Kepentingan Kekuasaan Pemerintah Mengharapkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; memperoleh pajak Menutup/menyegel perusahaan; mengeluarkan berbagai peraturan Masyarakat Mengharapkan peran perusahaan dalam program kesejahteraan masyarakat; menjaga kesehatan lingkungan Menekan pemerintah melalui unjuk rasa missal; melakukan aksi kekerasan Media massa Menginformasikan semua kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan isu etika, nilai-nilai, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan Mempublikasikan berita negatif yang merusak citra perusahaan Aktivis lingkungan Kepedulian terhadap pengaruh positif dan negatif dari tindakan perusahaan terhadap lingkungan hidup, HAM dan sebagainya Mengkampanyekan aksi boikot dengan mempengaruhi pemerintah, media massa, dan masyarakat; melobi pemerintah untuk membatasi/melarang impor produk perusahaan tersebut bila merusak lingkungan hidup atau melanggar HAM I. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR) Pengertian CSR a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk secara terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya. b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi sebagai suatu konsep di mana perusahaan mengintegrasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalam operasi bisnisnya serta dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela. c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai suatu bisnis telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya jika keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan antar berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda. d. A.B Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan keluar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai peningkat kesejahteraan dan kompetensi masyarakat. e. Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup tiga dimenti, yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: Profit, People, dan Planet. Konsep CSR memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu: fungsi ekonomis, sosial, dan alamiah.  Tingkat Lingkup keterlibatan dalam CSR Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran pelaku bisnis dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh seseorang, yaitu: tingkat kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran transedental. Program CSR akan berjalan efektif jika pihak terkait dalam bisnis (Pengelola, Pemerintah, dan Masyarakat) sudah mempunyai kesadaran manusiawi dan transedental, serta menganut teori etika dalam koridor utilitarianisme, deontology, keutamaan, dan teonom. Lawrence, Weber, dan Post(2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan hubungan, yaitu: inactive, reactive, dan interactive. Bersarkan tingkat/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005) membedakan dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal dan prinsip pelayanan. Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada perbedaan kesadaran dan lingkup keterlibatan Ciri-ciri Prinsip Amal Prinsip Pelayanan Definisi Bisnis seharusnya memberikan bantuan sukarela kepada kelompok atau orang yang membutuhkan Sebagai agen publik, tindakan bisnis seharusnya mempertimbangkan semua kelompok pemangku kepentingan yang dipengaruhi oleh keputusan dan kebijakan perusahaan Tipe Aktivitas Filantropi korporasi; tindakan sekarela untuk menunjang citra perusahaan Mengakui adanya saling ketergantungan perusahaan dengan masyarakat; menyeimbangkan kepentingan dan kebutuhan semua ragam kelompok di masyarakat Contoh Mendirikan yayasan amal, berinisiatif untuk menanggulangi masalah sosial, bekerja sama dengan kelompok masyarakat yang memerlukan Pribadi yang tercerahkan, memenuhi ketentuan hukum, menggunakan pendekatan stakeholder dalam perencanaan strategis perusahaan  Pro dan Kontra Terhadap CSR Masih banyak yang menentang implementasi CSR walaupun telah banyak yang menyadari dan menyetujui pentingnya perusahaan melaksanakan program CSR. Alasan-alasan yang menentang CSR menurut Sonny Keraf (1998) antara lain: a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan merupakan lembaga social b. Perhatian manajemen akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan sosia KESIMPULAN Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu sosial yang mempelajari berbagai perilaku pelaku ekonomi terhadap keputusan-keputusan ekonomi yang dibuat. Ilmu ini diperlukan sebagai kerangka berpikir untuk dapat melakukan pilihan terhadap berbagai sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas Pokok maslah ilmu ekonomi yaitu produksi, konsumsi dan distribusi yang kemudian dikembangkan oleh aliran ekonomi modern menjadi apa yang akan di produksi (what). Bagaimana cara memproduksi (how), untuk siapa barang itu di produksi (for whom). Hubungan antara bisnis dan masyarakat saling berhubungan untuk memajukan kepentingan bersama. Dalam dunia bisnis biasanya di kenal dengan sebutan rumah tangga produsen dan masyarakat biasanya di kenal dengan sebutan rumah tangga konsumen. Rumah tangga produsen akan menghasilkan barang dan jasa yang akan dibeli konsumen, konsumen disini digolongkan menjadi 4, yaitu: konsumen, pemerintah, dunia bisnis itu sendiri dan orang asing. Jika hubungan antara RTP dan RTK sangat baik maka pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akan maju, sehingga dapat memperluas lapangan kerja, pendapatan masyarakat di negara tersebut akan meningkat, dapat meningkatkan standart hidup dan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat tersebut. Selain membawa dampak yang positif bagi suatu negara dunia bisnis juga membawa beberapa resiko. Resiko dalam dunia bisnis ini di bagi menjadi dua bagia, yaitu resiko murni dan resiko spekulatif. Perbedaan di antara keduanya, yaitu kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung. Dalam dunia bisnis dan ekonomi selain hubungan RTP dan RTK di perlukan juga hubungan antara bisnis dan pemerintah. Berkembangnya industrilisasi di suatu negara, tak lepas dari peran pemerintah dalam mendukung lahirnya perusahaan dengan segala kebijakan yang dimilikinya. Hal ini membuat hubungan antara pemerintah dan perusahaan, ibarat dua sisi mata uang. Dimana hubungan keduanya, bersifat dinamis dan kompleks. Pemerintah dapat turut mengendalikan harga dengan menerapkan kebijaksanaan harga, ceiling price atau floor price. Ini tujuannya untuk melindungi rakyat, misalnya penetapan harga gula pasir, beras, tepung terigu, dan barang kebutuhan rakyat lainnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Alma, Buchari. 2010. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta 2. http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/kmm/14-rcm/4383-harmonisasi-hubungan-antara-perusahaan-dan-pemerintah 3. http://sharingforall.weebly.com/kwu.html 4. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko 5. http://akunt.blogspot.com/2012/04/pengertian-resiko-bisnis-dan-finansial.html 6. http://parapepetualangmimpi.blogspot.com/2011/10/pengantar-bisnis-ekonomi.html#sthash.queFey6H.dpuf 7. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/pertumbuhan-ekonomi-definisi-sumber.html 8. Posted by Aria Prasetia Dharma Posted on 6:07 AM with No comments

Definisi Kekuasaan, Wewenang, Tanggung Jawab dan Delegasi

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Kekuasaan, Kewenangan, Tanggung Jawab dan Delegasi” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih pada Bapak Muhammad Nur Rasyid SE.MM, selaku Dosen mata kuliah Pengantar Manajemen yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun para pembaca. Apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan memohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Makassar, 22 April 2016 penulis DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I : PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 1 C. Tujuan Penulisan 2 D. Manfaat Penulisan 2 BAB II : PEMBAHASAN 3 Definisi Kekuasaan, Wewenang, Tanggung Jawab Dan Delegasi A. Kekuasaan (Power) 3 B. Kewenangan ( Authority) 5 C. Wewenang Lini, Staf Dan Fungsional 6 D. Tanggung Jawab (Responsibility) 8 E. Pelimpahan Wewenang Dan Tanggung Jawab (Delegation) 8 F. Delegasi Wewenang 10 G. Manfaat Dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Delegasi 11 H. Cara Mewujudkan Delegasi yang Efektif 12 I. Sentralisasi Vs Desentralisasi 13 J. Mendesain Pekerjaan (Job Design) 14 BAB III : PENUTUP 15 A. Kesimpulan 15 B. Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini penting bagi kita untuk mengetahui lebih jauh tentang wewenang, delegasi dan desentralisasi. Hal ini disebabkan dalam suatu organisasi kita diharuskan untuk beradaptasi dan menghadapi berbagai macam watak dan tingkah laku seseorang. Untuk itu, pemahaman dalam masalah di atas diperlukan untuk menjalin kerjasama dalam menjalankan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Terkadang banyak orang salah mengartikan posisi atau jabatannya dalam suatu organisasi yang tentunya dapat merugikan orang lain. Hal ini dapat menimbulkan masalah antar individu ataupun antar organisasi. Tentunya hal tersebut tidak diinginkan oleh kita semua, sehingga kita dapat mengetahui batasan-batasan yang tidak dapat dilanggar serta cara berkomunikasi dengan baik. Sehingga penyusun menyuguhkan berbagai macam hal dalam berinteraksi dengan orang-orang di dalam suatu organisasi, serta hal-hal seputar wewenang dan kekuasaan yang dimiliki oleh setiap orang atau pemimpin yang tentunya berbeda-beda cakupan luasnya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi dari kekuasaan, wewenang, tanggung jawab dan delegasi ? 2. Apa yang dimaksud dengan wewenang lini, staf dan fungsional ? 3. Mengapa delegasi sangat penting dalam organisasi ? 4. Bagaimana manfaat dan penyebab hambatan dalam melaksanakan delegasi? 5. Bagaimana cara mewujudkan delegasi yang efektif ? 6. Apa arti sentralisasi dan desentralisasi ? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui definisi dari kekuasaan, wewenang, tanggung jawab dan delegasi, 2. Mengetahui definisi wewenang lini, staf dan fungsional, 3. Mengetahui pentingnya suatu delegasi dalam suatu organisasi, 4. Mengetahui penyebab suatu hambatan dalam melaksanakan delegasi, 5. Mengetahui cara mewujudkan suatu delegasi yang efektif dalam suatu organisasi, 6. Mengetahui definisi dari sentralisasi dan desentralisasi. D. Manfaat Penulisan 1. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang kekuasaan, wewenang, tanggung jawab dan delegasi dalam suatu organisasi, 2. Meminimalisir terjadinya permasalahan dalam suatu organisasi karena kurangnya pemahaman tentang posisi atau jabatan seseorang dalam suatu organisasi sehingga seringkali terjadi penyalahgunaan dan merugikan pihak lain, 3. Memberikan informasi untuk calon-calon pegawai agar lebih memahami tentang suatu organisasi dan bentuk-bentuk nya, 4. Mengingatkan para pejabat tentang tugas, kewajiban dan hak-haknya dalam suatu organisasi agar tidak bertindak seenaknya terhadap bawahannya. BAB II PEMBAHASAN Definisi Kekuasaan, Wewenang, Tanggung Jawab dan Delegasi A. Kekuasaan (Power) Kekuasaan (power) berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Jika perubahan tersebut kea rah yang baik tentu power tersebut memberikan konotasi yang positif bahkan sangat diperlukan. Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang-orang agar perubahan terjadi untuk itu diperlukan kekuasaan. Faktor – faktor yang mendasari adanya kekuasaan yaitu : 1. Reward Power Reward power atau kekuasaan untuk memberikan penghargaan adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang berada di bawahnya. Contoh kekuasaan yang dimiliki oleh seorang manajer personalia atau SDM Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh sumberdaya manusia organisasi atau tenaga kerja dari sebuah perusahaan misalnya, maka seorang manajer personalia memiliki reward power dikarenakan bagian yang lebih tinggi dari manajer personalia tersebut akan menanyakan mengenai kinerja tenaga kerja perusahaan melalui manajer personalia tersebut. 2. Coercive Power Coercive power atau kekuasaan untuk memberikan hukuman adalah kebalikan dari sisi negative dari reward power. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh tenaga kerja dalam sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. 3. Legitimate Power Legitimate power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari suatu legitimasi tertentu. Misalnya, seseorang yang diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis dia memiliki semacam kekuasaan yang sah atau legitimasi. 4. Expert Power Expert power atau kekuasaan yg berdasarkan keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yg muncul sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian yg dimiliki oleh seseorang. Seorang dokter, misalnya memiliki semacam kekuasaan ini. Dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka secara sadar maupun tidak sadar seorang pasien yang berkonsultasi kepada dokter akan mengikuti apa saja yang diusulkan atau dianjurkan oleh sang dokter sejauh hal tersebut bisa membantu sang pasien untuk sembuh dari penyakitnya. Demikian pula dengan pakar-pakar dibidang lainnya. 5. Referent Power Referent Power adalah keuasaan yang muncul akibat adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok orang tersebut. Ketika rakyat menginginkan sosok pemimpin yang jujur misalnya, maka ketika ada sosok calon presiden yang dikenal sebagai seorang yang jujur dengan sendirinya sang calon presiden tersebut memiliki apa yang dinamakan sebagai referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yg dimiliki oleh sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran. Setiap bagian dari struktur organisasi sebagaimana diterangkan di bagian awal bab ini memiliki jenis kekuasaannya masing-masing, terutama dibagian yang berada pada hierarki yang paling tinggi dalam suatu organisai,seperti direktur,presiden, direktur, dan sejenisnya. Pada umumnya kekuasaan tersebut lebih disebabkan karena legitimasi tertentu yang ditentukan oleh mekanisme dalam organisasi. Kekuasaan tersebut meliputi kekuasaan memerintah,mengoreksi, ataupun mngoordinasikan bagian yang berada dibawahnya. Namun, dikarenakan kekuasaan pengertiannya sangat luas dan lebih banyak digunakan dalam istilah politik, maka dalam organisasi istilah kekuasaan cenderung jarang dipergunakan. Sebagai gantinya istilah kewenangan atau authority lebih sering dipergunakan. B. Kewenangan ( Authority) Kenangan atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang terlegatimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal yang terkait dengansumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi. Terdapat dua pandangan mengenai kewenangan formal, yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance view). 1. Pandangan Klasik Pandangan klasik mengenai kewenangan formal menerangkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan. 2. Pandangan Berdasarkan Penerimaan Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal akan cendrung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa persyaratan. Persyaratan agar Kewenangan Efektif (Chester Barnard) • Bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan, • Pada saat bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya dia yakin tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi, • Bawahan yakin apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi maupun motif pribadi atau kelompok, • Bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkan. C. Wewenang Lini, Staf dan Fungsional Wewenang lini, adalah wewenang dimana atasan melakukannya atas bawahannya langsung. Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi. Wewenang staf, adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi kepada personalia ini. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang duduk sebagai taf yaitu dengan menganalisa melalui metode kuisioner, metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya. Baishline mengajukan enam pokok kualifikasi yang harus dipengaruhi oleh seorang staf yaitu : 1. Pengetahuan yang luas tempat diamana dia bekerja, 2. Punya sifat kesetiaan tenaga yang besar, kesehatan yang baik, inisiatif, pertimbangan yang baik dan kepandaian yang ramah, 3. Punya semangat kerja sama yang ramah, 4. Kestabilan emosi dan tingkat laku yang sopan, 5. Kesederhanaan, 6. Kemauan baik dan optimis. Kualifikasi utama yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Konsekkuensi organisasi yang menggunakan staf yaitu menambah biaya administrasi struktur orgasisasi menjadi komplek dan kekuasaan, tanggung jawab serta akuntabilitas. yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Wewenang staf Yaitu hak para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi konsultasi pada personalia yang tinggi. Hal yang perlu diperintahkan dalam mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang yang ditujuk yaitu: 1. Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan, 2. Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang di tunjuk, 3. Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar tercapainya tujuan, 4. Menerima hasil pertanggung jawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan. wewenang staf fungsional, adalah hubungan terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Chester Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat kewenangan bila memenuhi: 1. Memahami komunikasi tersebut, 2. tidak menyimpang dari tujuan organisasi, 3. tidak bertentangan dengan kepeningan pribadi, 4. Mampu secara mental dan fisik untuk mengikutinya. Semua anggota organisasi mempunyai peraturan, kode etik, atau batasan-atasan tertentu pada wewenang, seprti yang ditunjukan dibawah ini. Batasan-batasan internal dan eksternal untuk wewenang dan kekuasaan Internal: 1. Anggaran (Budget), 2. kebijaksanaan, peraturan, dan prosedur, 3. Deskripsi jabatan, 4. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi Ekstern : a) Udangan dan peraturan-peraturan pemerintah, b) Perjanjian kerja kolektif. D. Tanggung Jawab (Responsibility) Tanggung jawab mengingatkan orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimiliki, tetapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Kadangkala orang-orang melupakan esensi dari tanggung jawab sebagai bagian dari jabatan atau tugas yang di emban ketika menduduki suatu bagian atau departemen tertentu. Oleh karena itu perlu disadari bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki kewenangan sekaligus juga tanggung jawab dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu berbagai prasyarat kemampuan tentunya dibutuhkan untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam sebuah organisasi. E. Pelimpahan Wewenang dan Tanggung Jawab (Delegation) Keterbatasan dalam melakukan sesuatu pekerjaan oleh seseorang memungkinkan untuk dilakukannya delegasi. Keterbatasan ini dapat berupa ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki maupun berbagai faktor lain. Jika keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya dan akan memperburuk kinerja organisasi, maka perlu dilakukan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atau lebih dikenal dengan istilah delegation. Pelimpahan wewenang pada dasarnya merupakan proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut.  Manfaat Pelimpahan Wewenang : 1) Pelimpahan wewenang memungkinkan bawahan mempelajari sesuatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukannya. Keadaan ini memungkinkan bawahan untuk belajar bertanggung jawab akan sesuatu yang baru. 2) Pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik pada berbagai hal. 3) Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan kepada orang yang bertanggung jawab.  Kendala dalam pelimpahan wewenang adalah 1) Kapasitas staf yang terbatas 2) Kurang bertanggung jawabnya atasan akibat pelimpahan wewnang  Kunci Pelimpahan Wewenang agar Efektif: 1) Kepercayan atasan pada bawahan 2) Adanya komunikasi yang terbuka antara manajer dan bawahan. Keterbukaan dalam berkomunikasi selain akan memberikan kejelasan akan keinginan kedua belah pihak, juga akan meminimalkan persepsi-persepsi yang keliru akan berbagai hal yang terkait dengan pekerjaan. 3) Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekerjaan dan kemampuan bawahan.  Tindakan Agar Wewenang Berjalan Efektif : Ketiga kunci pokok sebagaimana diterangkan di atas dapat mendorong pelimpahan wewenang menjadi efektif, jika diiringi dengan beberapa tindakan sebagai berikut : 1. Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan. Manajer harus mampu membedakanhal-hal yang bisa dan tidak bisa didelegasikan. Termasuk di dalamnya juga tujuan dari manajer ketika melakukan pendelegasian itu, untuk apa, mengapa, dan seterusnya. 2. Penentuan orang yang layak menerima delegasi. Manajer harus mampu menentukan siapa yang memiliki kemampuan untuk menerima pelimpahan wewenang. 3. Penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan. Agar pelimpahan wewenang berjalan efektif, maka berbagai sumberdaya yang dibutuhkan oleh bawahan untuk menjalankan wewenang yang didelegasikan perlu untuk di sediakan. 4. Pelimpahan tugas yang akan diberikan. Kadangkala kekurang percayaan manajer terhadap bawahan justru akan menghambat dalam keefektifan pelimpahan wewenang. Oleh karena itu berikan tugas yang akan dilimpahkan itu sepenuhnya. 5. Intervensi pada saat diperlukan. Sudah menjadi hal yang lumrah jika kadang kala apa yang di delegasikan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketika hal tersebut terjadi, maka intervensi kadangkala diperlukan agar kegiatan yangtelah didelegasikan berikut kewenangannya tetap dalam jalur pencapaian tujuan organisasi. F. Delegasi Wewenang Pendelegasian wewenang diperlukan agar manajer dapat menggunakan dan memanfaatkan sumber–sumber daya ekonomi yang dimiliki secara optimal. Hal ni berarti semakin diperlukan adanya pendelegasian kekuasaan, yang berarti bahwa pendelegasian wewenang prosesnya selalu di ikuti dengan pembebanan tugas dan tanggung jawab. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam melakukan pendelegasian wewenang itu meliputi tiga tahap penting yaitu : • Tahap Pertama Manajer menetapkan tanggung jawab. Hal ini mimbulkan tanggung jawab sekaligus kewajiban orang lain untuk melaksanakan tugas yang diberikan. • Tahap Kedua Manajer memberi wewenangan untuk berbuat sesuatu. Yaitu hak melakukan sesuatu dengan berbagai cara yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang diberikan. • Tahap Ketiga Manajer membuat suatu pertanggung jawaban. Dalam menerima tugas karyawan yang berkewajiban secara langsung pada manajer, menyelesaikan tugas yng sudah disepakati. Ada beberapa alasan atau latar belakang mengapa pendelegasiaan wewenang harus dilakukan : 1. Kemampuan Seorang Pemimpin yang Terbatas. Hal ini sesuai dengan sifat kodrat manusia yang memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keahlian seseorang manapun pintarnya, pasti memiliki keterbatasan kemampuan. 2. Tugas yang Terlalu Banyak. Tugas pimpinan yang terlalu banyak jika hanya ditangani sendiri oleh satu orang, maka dapat berakibat pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara cepat atau efektif dan efisien. G. Manfaat dan Hambatan dalam Pelaksanaan Delegasi Keuntungan utama pendelegasian adalah bahwa semakin banyak tugas yang didelegasikan, semakin besar peluang mereka untuk mencari dan menerima lebih banyak tanggung jawab dari manajer tingkat yang lebih tinggi. Keuntungan lainya dari delegasi adalah membantu karyawan untuk menerima mempratekan tanggung jawab yang diberikan, memberikan keputusan yang lebih baik, pelimpahan yang efektif mempercepat pembuatan keputusan, melatih bawahan memikul tanggungjawab, melakukan penilaian dan meningkatkan keyakinandiri serta kesediaan untuk berinisiatif Hal utama yang menghambat proses pendelegasian adalah keengganan dari seseorang pimpinan. Keengganan ini bisa ditimbulkan oleh beberapa alasan : 1. Pimpinan kurang yakin akan kemampuan karyawan, 2. Merasa mampu untuk mengerjakanya sendiri, 3. Kurang memiliki kemampuan untuk mendidik kader, 4. Takut wewenangnya akan berkurang atau bawahan melakukan tugas dengan baik, 5. Tidak mau menanggung risiko, 6. Keengganan untuk mendelegasikan wewenang, Penyebab keengganan untuk mendelegasikan wewenang adalah: a) Perasaan tidak aman. Manajer enggan mengambil resiko untuk melimpahkan tugas atau mungkin takut kehilangan kekuasaan bila bawahannya terlalu baik melaksanakan tugas, b) Ketidak mampuan manajer. Sebagian manajer bisa sangat tak teratur dalam membuat perencanaan ke depan, c) Ketidak percayaan kepada bawahan, d) Manajer merasa bahwa bawahan lebih senang tidak mempunyai hak pembuatan keputusanyang luasUntuk jangka pendek, ketiadaan keyakinan ini dapat dibenarkan bila bawahan memang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian. Untuk jangka panjang, tak ada alasan untuk membenarkankegagalan melatih bawahan. 7. Keengganan untuk menerima pendelegasian wewenang. Penyebab keengganan untuk menerima pendelegasian wewenang adalah: a) perasaan tidak aman bagi bawahan untuk menghindari tanggungjawab dan resiko, b) bawahan takut dikritik atau dihukum karena membuat kesalahan, c) bawahan tidak mendapat cukup rangsangan untuk beban tanggungjawab tambahan, d) bawahan kurang peracaya diri dan merasa tertekan bila dilimpahi wewenang pembuatankeputusan yang lebih besar. H. Cara Mewujudkan Delegasi yang Efektif Pendelegasian wewenang efektif adalah pemberian wewenang dan memperbolehkan orang lain untuk melakukan tugas mereka dengan cara-cara terbaik yang mungkin dilakukan. James F. Stoner, dkk berpandangan bahwa ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi agar proses pendelegasian dapat berjalan dengan efektif : 1. Kesediaan manajer untuk memberikan kebebasan kepada karyawan untuk menyelesaikan tugas yang didelegasikan, 2. Komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan, 3. Kemampuan manajer untuk menganalisi faktor-faktor seperti sasaran organisasi, persyaratan tugas, dan kemampuan karyawan. Persyaratan diatas sangat penting untuk melaksanakan tugas pendelegasian secara efektif sebagai berikut : a) Memutuskan pekerjaan mana yang akan didelegasikan, b) Keputusan siapa yang akan ditugaskan, c) Dukungan sumber daya, d) Tugas didelegasikan, e) Perlunya campur tangan, f) Melakukan umpan balik. I. Sentralisasi Vs Desentralisasi Sentralisas Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Desentralisasi Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. J. Mendesain Pekerjaan (Job Design) 1. Pendekatan Mekanis Pekerjaan dibagi berdasarkan beban pekerjaannya, apakah yang bersifat rutin atau tidak rutin 2. Pendekatan Motivasi Pekerja dibagi berdasarkan motif yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pekerja. 3. Pendekatan Biologis Daktor-faktor terkait dengan aspek biologis dari temaga kerja adalah factor keamanan gender, keamanan lingkungan dan berbagai isu lainnya. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Wewenang adalah Kekuasaan (power) berarti suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Jika perubahan tersebut kea rah yang baik tentu power tersebut memberikan konotasi yang positif bahkan sangat diperlukan. Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat pimpinan dan bawahan atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang-orang agar perubahan terjadi untuk itu diperlukan kekuasaan. Kewenangan atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang terlegatimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia dengan sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal yang terkait dengansumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi. Tanggung jawab mengingatkan orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimiliki, tetapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Kadangkala orang-orang melupakan esensi dari tanggung jawab sebagai bagian dari jabatan atau tugas yang di emban ketika menduduki suatu bagian atau departemen tertentu. Keterbatasan dalam melakukan sesuatu pekerjaan oleh seseorang memungkinkan untuk dilakukannya delegasi. Keterbatasan ini dapat berupa ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki maupun berbagai faktor lain. Jika keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya dan akan memperburuk kinerja organisasi, maka perlu dilakukan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atau lebih dikenal dengan istilah delegation. Wewenang lini adalah wewenang dimana atasan melakukannya atas bawahannya langsung.Wewenang staf adalah hak yang dipunyai oleh satu-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi atau konsultasi kepada personalia lini. Wewenang staf fungsional adalah hubungan terkuat yang dapat di miliki staf dengan satuan-satuan lini. Delegasi wewenang adalah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawahkepada orang-orang yang melapor padanya. Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas suatu organisasi. Desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan dan pembuatankeputusan ketingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah. B. Saran 1. Agar para pemimpin lebih mengetahui hak, kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap bawahan, 2. Agar pemimpin tidak berlaku seenaknya terhadap bawahannya, 3. Agar para pegawai lebih aktif dalam bekerja dan berani menyalurkan aspirasinya untuk memajukan perusahaanya, 4. Agar para pekerja lebih semangat lagi dalam bekerjanya karena mendapatkan reward/hadiah sebagai imbalan, 5. Agar pemimpin dan pegawai lebih mengetahui job description masing-masing sehingga terdapat keseimbangan dan tidak akan ada kesalah pamahan di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Siagian, Sondang P, 1979. Peranan staf dalam management. Jakarta: Gunung Agung. Stoner, James [and] A.F. Freeman, 1996. Manajemen. Jakarta: Prenhallindo. http://satriagosatria.blogspot.com/2009/12/pengertian-wewenang.html http://latfrahmanto.blogspot.com/2011/10/definisi-pengaruh.html http://tyoset.blogspot.com/2012/01/struktur-lini-dan-staf.html http://ekacyliiaa.blogspot.com/2010/05/wewenang-lini-staf-dan-fungsional.html http://gyakuza.wordpress.com/2011/02/01/9-wewenang-dan-delegasi/ http://organisasi.org/definisi_pengertian_sentralisasi_dan_desentralisasi_ilmu_ek onomi_manajemen

Technology

Advertisement